Start to Write

Pujangga Tua Tidak Lagi Puitis

Posted in Minus Serius, Sastra Creation by eecho on November 4, 2011

Setelah menikah jadi kurang puitis-puitis lagi ~.~, ditagih-tagih terus ama istri puisi-puisinya :P. Akhirnya saya menyimpulkan rupanya jomblo itu mendorong seseorang untuk jadi seorang pujangga, dengan kesendiriannya, kemeranaannya maka dia mudah mengungkapkan isi hatinya yang sembilu (no offense) hehe.

Alasan-alasan suami yang sudah menikah tidak lagi puitis dan romantis :

  1. Pusing mikirin kerjaan dan kebutuhan rumah tangga… [istri: ah standar…]
  2. Tidak lagi galau 😀 … [istri:wew…]
  3. Duh sayang sudah terlambah kerja….[istri:huh!]
  4. Aku tak akan berhenti…menemani…dan menyayangimu…[istri:ah lagunya wali itu]
  5. Untuk apalagi puisi sayang, kau kan sudah disampingku… sini-sini 🙂 [istri:klepek2]

Bahwa sebaik-baik lelaki atau suami adalah berbuat baik pada istrinya.(HR:Imam Tirmidzi & Ibnu Hibban)

Deep Thinking vs Thinking Fast

Posted in About My Mind by eecho on November 4, 2011

Artikel ini berkaitan juga dengan postingan lama mengenai kerangka berpikir, yang katanya bahasanya membulet :D. Oke, balik ke topik ini. Kenapa saya memilih tema ini, karena kedua cara berpikir ini berbeda sekali tetapi sama-sama penting, oleh karenanya penggunaanya diterapkan untuk kasus yang berbeda.

Berpikir mendalam adalah berpikir dengan mengaitkan informasi dan kaitan-kaitannya selengkap mungkin, sedangkan berpikir cepat adalah berpikir yang membatasi konteks informasi yang dilibatkan dan prioritas pertama adalah kecepatan dalam menyimpulkan. Mengapa penting untuk membedakannya? karena keduanya memiliki tujuan yang sangat penting dan harus diletakkan pada posisi-nya yang sesuai.

Berpikir mendalam bertujuan untuk mencari solusi komprehensif dan lebih bersifat perbaikan dengan current solution. Nah pembahasan ini tidak dicukupkan pada definisi tapi harus sampai implementasi. Karena berpikir mendalam mengkaitkan banyak informasi maka tentunya membutuhkan waktu dan konsentrasi yang cukup banyak. Oleh karena itu hal ini tidak dapat dilakukan di tengah rutinitas. Tetapi sayangnya hal ini jarang dilakukan, karena hal ini cukup melelahkan dan durasinya yang tidak bisa diperkirakan. Saya jadi ingat cerita seorang anak IPHO yang baru dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu 3 bulan.

Hal yang menjadi koreksi bagi saya juga adalah, jarang sekali kita meluangkan waktu untuk berpikir mendalam. Pertama, karena tuntutan pekerjaan tidak memungkinkan memberi waktu yang cukup untuk berpikir mendalam kecuali para peneliti. Kedua, rasa malas harus meluangkan waktu diluar jam kerja (red:tidak dibayar) untuk memikirkan sesuatu yang serius. Tetapi tanpa adanya ini, maka tidak akan ada terobosan-terobosan baru. Contoh kasus untuk berpikir mendalam adalah, bagaimana mengeluarkan Indonesia dari krisis multidimensi, konsep perbaikan dan tahapan implementasinya? (more…)