Start to Write

BelajarBahasa.ID

Posted in About My Mind by eecho on March 16, 2016

“Because without our language, we have lost ourselves. Who are we without our words?”
Melina Marchetta, Finnikin of the Rock

Ya, bahasa adalah jembatan komunikasi, tanpanya peradaban tidak akan terbangun, dan ilmu pengetahuan akan hilang. Sepanjang sejarah manusia yang cukup lama, manusia tersebar ke seluruh penjuru dunia menghasilkan berbagai macam dialek, bahasa dan kultur yang berbeda. Setiap bahasa dan kultur memiliki keunikan tersendiri, dan juga menyimpan sejarahnya masing-masing. Kemudian datang masa dimana setiap orang kini dapat mengakses informasi apapun di manapun, itulah dimana internet telah menjangkau disetiap jengkal hidup manusia. The world is flat, istilah ini muncul bukan secara harfiah, tetapi maknanya setiap orang kini bisa dikatakan memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses informasi, dan pada saat ini dapat dikatakan bahwa Information is power.

Hanya saja ada satu kendala ketika kita sudah dapat mendapat akses informasi itu, bahasa. Kini sudah banyak situs-situs yang mendokumentasikan buku-buku hingga ribuan sebagai dokumentasi dari ilmu pengetahuan dan peradaban. Sayangnya buku-buku tersebut ditulis dengan bahasanya, dan masih sulit menemukan buku-buku alih bahasa untuk koleksi-koleksi klasik. Oleh karenanya mau tidak mau, kemampuan bahasa untuk subjek yang sedang kita baca mutlak harus dikuasai. Walaupun kini sudah ada berbagai teknologi untuk melakukan translasi, tetapi hasilnya belum ideal, apalagi jika tulisan itu termasuk jenis sastra yang cita rasa bahasanya cukup mendalam.

Disinilah visi belajarbahasa.id muncul, dengan infrastruktur internet yang kini sudah menjangkau cukup luas, seharusnya dapat kita jadikan kesempatan untuk membuat connected world menjadi kenyataan. Kendala pembelajaran bahasa ini yang sedang dicoba untuk diselesaikan, bayangkan jika setiap orang Indonesia dapat dengan mudah belajar bahasa apapun yang dia butuhkan.

Walaupun kita pahami pembelajaran bahasa tidaklah mudah, apatah lagi tanpa adanya interaksi langsung guru-murid secara tatap muka. Tapi bukankah dengan kendala itu mendorong manusia berinovasi menghasilkan solusi-solusi baru untuk menyelesaikan masalah. Belajarbahasa.id adalah langkah awal untuk menyelesaikan masalah tersebut, tentu inovasi-inovasi baru perlu ditemukan untuk semakin mendekatkan kepada tujuannya, Menjadi sarana pembelajaran bahasa online secara efektif.

“Personally I think that grammar is a way to attain beauty.”
Muriel Barbery, The Elegance of the Hedgehog

Proses Belajar

Posted in About My Mind, Informatika by eecho on February 17, 2015

Setelah lulus dari perguruan tinggi, praktis pembelajaran yang saya lakukan biasanya bersifat otodidak dan hasil dari diskusi-diskusi atau coaching-coching singkat. Tidak ada lagi suatu penjelasan secara sistematis bab per bab dari buku referensi yang memiliki jumlah halaman yang banyak. Karena pembelajaran yang sifatnya tidak formal, maka referensi-referensi biasanya dari artikel-artikel praktis, buku-buku praktikal yang singkat, jika ada pun buku yang komprehensif paling hanya beberapa bab yang di baca.

Setelah bertahun-tahun berkecimpung di dunia praktisi, ganjalan yang masih terasa sejak pertama berkecimpung di dunia praktisi adalah adanya gap yang cukup besar antara teori yang dipelajari di kampus dan praktek yang dilakukan dilapangan. Karena bisa dibilang tidak “tuntas” dalam pembelajaran konseptualnya, sehingga sulit menyambungkan potongan-potongan konsep yang ada tadi dengan masalah praktikal. Karena memang dilapangan kita tidak dapat menemukan model masalah yang ideal, sehingga dibutuhkan kreatifitas yang dilandaskan pada konseptual yang baik yang implementable di lapangan.

Permasalahan pemahaman yang sepotong-potong ini membuat keputusan-keputusan dilapangan bisa dibilang kehilangan ruh-nya. Oke lah kita bisa mendapatkan list of best practice yang implementable, step by step yang proven, tetapi ketika ada suatu perbedaan pendapat tentang solusi yang seharusnya, kita tidak bisa melakukan reasoning yang memuaskan terhadap solusi-solusi yang kita pilih. Karena potongan-potongan pemahaman yang dimiliki hanya sebatas best practice yang secara buta kita adopsi. (more…)

Praktis vs Pragmatis

Posted in About My Mind, Islam by eecho on November 15, 2012

Saya suka gemes ketika ada yang melayangkan statement NATO yang ditujukan kepada orang-orang yang aktivitasnya adalah seputar kajian-kajian, ceramah, diskusi-diskusi. Mereka seakan melihat aktivitas-aktivitas itu tidak bersifat praktis, harusnya ucapan-ucapan itu dibuktikan dalam bentuk ril seperti bakti sosial, membangun instansi ekonomi, dll.

Kenapa aktivitas itu disebut tidak konkret, padahal aktivitas kajian/diskusi itu sifatnya ril, ada, terindra, terlihat dan memiliki pengaruh. Jika aktivitas-aktivitas ini dianggap tidak konkret, maka tuduhan itu sama juga ditujukan kepada pembelajaran-pembelajaran di ruang kelas sekolah, universitas, diskusi-diskusi di media dll. Tetapi tuduhan itu tidak toh di tujukan pada sistem pendidikan saat ini yang aktivitasnya adalah pembahasan-pembahasan di ruang kelas.

Ketika seseorang melihat aktivitas kajian/diskusi bukan sesuatu yang konkret, sesungguhnya mereka tidak memahami akar permasalahan yang ingin diselesaikan. Permasalahan yang terjadi pada umat saat ini adalah adanya imperialisme pemikiran, dan kini umat lumpuh secara pemikiran, sehingga sulit membedakan mana yang baik dan buruk untuk umat. Sama seperti analisis rendahnya tingkat daya saing nasional yang menyimpulkan bahwa tingkat kompetensi SDM kita rendah, dan solusinya adalah peningkatan kompetensi, peningkatan kualitas pendidikan, yang kesemuanya aktivitas tarbiyah.

Oleh karena itu pembahasan praktis vs pragmatis menjadi penting, karena rupanya aktivitas-aktivitas yang dianggap konkret itu didasari oleh sikap pragmatis (pragmatisme). Pada pola pikir pragmatis, kita ingin melihat efeknya secara langsung, tanpa menganalisis terlebih dahulu apa itu akar masalahnya. Sehingga proses tarbiyah itu sebenarnya bersifat praktis (practicable) hanya tidak pragmatis.

Bersikap pragmatis tidaklah salah, tergantung konteks masalah yang kita hadapi. Untuk masalah yang harus segera diselesaikan, maka kita harus bersikap pragmatis. Tetapi untuk masalah yang kompleks dan proses yang panjang dalam menyelesaikan masalahnya tidak dapat kita selesaikan secara pragmatis. Menyelesaikan permasalahan tersebut butuh proses dan waktu.

Misalnya pada statement “gak usah sekolah yang penting mah cari duit” sangat kental cara berpikir pragmatis. Pada titik dia mencari uang tentu “efek” perbuatannya terlihat jelas, uang. Dibandingkan dengan anak yang sekolah yang tidak menghasilkan “efek” secara langsung (red: uang). Tetapi pemikiran tersebut sangat berbahaya, ketika kita membutuhkan pemikir-pemikir dalam bidang ekonomi, hukum, teknologi, untuk sparing dengan pemikir-pemikir lain, maka kita tidak mampu, dan akhirnya di dikte sepenuhnya oleh negara-negara maju. Begitu juga dengan permasalahan umat islam, akar masalah yang terjadi adalah, umat islam tidak dapat lagi menggali hukum-hukum praktis untuk permasalahan saat ini berdasarkan pemikiran islam. Sehingga kita mengadopsi pemikiran-pemikiran asing, demokrasi, ekonomi liberal, trias politica, yang dengan itulah sebenarnya asing melakukan imperialisme.

Tujuan akhir dari proses tarbiyah pemikiran ini apa? kondisi yang harus tercapai adalah, umat Islam harus memiliki kemandirian berpikir dalam menyelesaikan masalah-masalah ril yang dihadapinya. Bagaimana Islam mengatur sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pergaulan. Dengan kemandirian berpikir itu lah asing tidak lagi bisa mendikte kita untuk melakukan ini dan itu. Juga dengan kemandirian berpikir itu kita dapat mengetahui konspirasi-konspirasi yang terjadi dan apa sikap politik yang harus dilakukan.

Wallahu Alam

Tagged with: ,

Mengapa Harus Bermimpi Besar

Posted in About My Mind, Islam, Sastra Creation by eecho on June 19, 2012

Jika membaca quote-quote orang besar, ada saja satu kalimat yang berbunyi “bermimpi besarlah”. Kalimat sederhana yang ternyata tidak semudah perkataan. Kenyataannya pun membuktikan bahwa tidak banyak orang yang memang bermimpi besar, sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjalani hidup dengan normal.

Mengapa hal itu sulit? karena mimpi besar berarti juga tantangan yang besar. Memindahkan batu kecil tentu tidak perlu tenaga dan pikiran yang besar. Berbeda ketika memindahkan sebuah gunung, maka tenaga dan pikiran yang dibutuhkan akan sangat-sangatlah besar. Untuk apa kita bersusah payah mengejar mimpi itu? bukankah lebih mudah mencari jalan yang lebih ringan?

Apa untungnya bagi kita memiliki mimpi yang besar? Apa untungnya bagi kita mengeluarkan energi yang sangat besar? Apa untungnya bagi kita mengorbankan waktu-waktu santai kita dengan pekerjaan yang menyita tenaga dan pikiran? jawaban semua pertanyaan itu adalah, karena orang yang bermimpi besar tahu bahwa waktunya saat ini bukanlah titik akhir.

Seorang peserta marathon akan terus berlari, walau rasa panas, sakit, haus, terus menggerogoti dirinya sepanjang perlombaan. Mengapa? karena dia sangat menyadari bahwa dia belum di garis finish. Seterik apapun matahari, sepanas apapun jalan yang dia lewati selama dia masih memiliki tenaga maka dia akan terus berlari. Walaupun dia bukanlah juara pertama, dirinya akan sangat puas ketika berhasil mencapai garis finish tersebut, apalagi jika dia berhasil menjadi pemenang. Itulah titik akhir, itulah garis finish, garis yang memisahkan antara yang terus berlari dengan yang sekedar berjalan bahkan berhenti.

Jika kita menyadari sepenuhnya bahwa hidup ini bukanlah titik akhir, maka tentu kita berharap untuk memiliki mimpi besar yang jika tercapai nanti semoga menjadi medali kita saat melewati garis finish kelak. Kita sangat menyadari bahwa, obrolan perjuangan dan kemenangan hanya terjadi ketika perlombaan telah selesai, apa yang akan kita katakan jika kita berhenti berlari sebelum garis finish dilewati?

Tagged with: ,

Abstraction

Posted in About My Mind by eecho on April 27, 2012

Kata-kata yang saat ini sering saya ucapkan adalah “abstraction”, suatu kata yang sulit untuk dijelaskan, tetapi menjadi kunci dari konsep-konsep yang selama ini rupanya salah untuk dipahami.

Dalam konteks pembahasan saya abstraction adalah the concept behind the fact, dan abstraction inilah yang rupanya inti knowledge dari best practice yang kita sering lakukan.

Saya tidak akan membahas dulu masalah ini secara mendalam, soalnya saya juga masih belum bisa mengartikulasikan masalah abstraction ini dengan baik. Tulisan ini hanya sebagai catatan saya agar tidak lupa untuk mengelaborasi hal ini lebih jelas lagi.

Deep Thinking vs Thinking Fast

Posted in About My Mind by eecho on November 4, 2011

Artikel ini berkaitan juga dengan postingan lama mengenai kerangka berpikir, yang katanya bahasanya membulet :D. Oke, balik ke topik ini. Kenapa saya memilih tema ini, karena kedua cara berpikir ini berbeda sekali tetapi sama-sama penting, oleh karenanya penggunaanya diterapkan untuk kasus yang berbeda.

Berpikir mendalam adalah berpikir dengan mengaitkan informasi dan kaitan-kaitannya selengkap mungkin, sedangkan berpikir cepat adalah berpikir yang membatasi konteks informasi yang dilibatkan dan prioritas pertama adalah kecepatan dalam menyimpulkan. Mengapa penting untuk membedakannya? karena keduanya memiliki tujuan yang sangat penting dan harus diletakkan pada posisi-nya yang sesuai.

Berpikir mendalam bertujuan untuk mencari solusi komprehensif dan lebih bersifat perbaikan dengan current solution. Nah pembahasan ini tidak dicukupkan pada definisi tapi harus sampai implementasi. Karena berpikir mendalam mengkaitkan banyak informasi maka tentunya membutuhkan waktu dan konsentrasi yang cukup banyak. Oleh karena itu hal ini tidak dapat dilakukan di tengah rutinitas. Tetapi sayangnya hal ini jarang dilakukan, karena hal ini cukup melelahkan dan durasinya yang tidak bisa diperkirakan. Saya jadi ingat cerita seorang anak IPHO yang baru dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu 3 bulan.

Hal yang menjadi koreksi bagi saya juga adalah, jarang sekali kita meluangkan waktu untuk berpikir mendalam. Pertama, karena tuntutan pekerjaan tidak memungkinkan memberi waktu yang cukup untuk berpikir mendalam kecuali para peneliti. Kedua, rasa malas harus meluangkan waktu diluar jam kerja (red:tidak dibayar) untuk memikirkan sesuatu yang serius. Tetapi tanpa adanya ini, maka tidak akan ada terobosan-terobosan baru. Contoh kasus untuk berpikir mendalam adalah, bagaimana mengeluarkan Indonesia dari krisis multidimensi, konsep perbaikan dan tahapan implementasinya? (more…)

Setelah Lama Ngontrak Akhirnya Pindah Rumah

Posted in About My Mind by eecho on April 14, 2011

hmmm, judul diatas bukanlah makna denotasi tapi konotatif, ya setelah lama blog ini tidak tersentuh diambil sebuah keputusan untuk memindahkan “sebagian” tulisan ke rumah yang baru. Karena blog ini agak nyampur dalam konteks tulisan, ada yang curhat personal ada juga yang pemikiran serius nah itu membuat blog ini gak tematik. Selanjutnya tulisan-tulisan serius akan diposting di rumah yang baru, blog ini akan berisi tulisan-tulisan ringan saja.

Ketika Sebuah Kebaikan Harus Berbalas

Posted in About My Mind, Islam by eecho on April 22, 2010

Pagi ini kepala agak pusing karena malam tidur terlalu larut (jam 2 malam), padahal sebelumnya sudah menentukan resolusi agar tidur lebih awal. Sebelum beranjak kepada kode-kode di komputer yang akan membuat kepala ini berkerut saya sempatkan untuk menuangkan pikiran-pikiran yang ada dalam benak di pagi ini.

Judul diatas saya ambil untuk mengkritisi budaya materialistis di tengah-tengah masyarakat yang telah menjadi akidah utama di sebagian kalangan. Kita tentunya sudah tidak aneh dengan pernyataan-pernyataan “ngapain kamu nolongin dia? kan dia orangnya rese, gak ada untungnya juga nolongin dia”, atau dengan pernyataan “emang kamu pernah nolong saya? ngapain saya tolong kamu” dan kalimat-kalimat sejenisnya yang mengungkapkan konsep harus adanya ‘timbal-balik’ dalam tolong menolong.

Mungkin pernyataan-pernyataan diatas terlalu ekstrim, tetapi kita bisa tarik kedalam hal yang lebih halus. Setiap kebaikan dalam masyarakat ini kadang terlalu dikorelasikan dengan sebuah hubungan “saling menguntungkan”, seperti pernyataan “maaf sudah merepotkan, ini uang untuk sekedarnya”. Tidak salah memang, tetapi yang saya garis bawahi disini adalah kecenderungan masyarakat untuk menilai segalanya dari hubungan “kemanfaatan”. Ketika ada suatu permintaan untuk “merepotkan” orang lain, identik dengan balasan tertentu. Padahal bagi seorang muslim hal itu harusnya dilakukan karena keinginannya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Huraira RA, Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa melepaskan seorang Mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesulitan dari dirinya di hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan (Mukmin) yang sulit, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya.”

Inti yang ingin saya sampaikan adalah, seharusnya ketika seorang muslim “direpotkan” oleh permintaan-permintaan orang lain, jangan sampai ada perrasaan merugi telah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memenuhi permintaan itu.

hhmm tulisannya kurang bagus…gak konsen nulis…

Emotion is Greatly Influence to Learning Performance

Posted in About My Mind by eecho on October 23, 2009

Kadang saya suka merasa aneh, pada suatu waktu saya sulit sekali memahami apa yang saya baca…diulang lagi terus menerus pun malah membuat saya makin pusing. Pada saat itu bukan materinya yang berat, tapi entah pada saat itu konsentrasi saya seperti pada titik terendah, sehingga materi yang sebenarnya mudah menjadi tidak dapat ditangkap, karena entah pikiran saya terbang kemana. Pada suatu waktu yang agak rileks saya coba mencari apa sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut, sampai pada suatu titik saya menyadari sesuatu yang memang tidak terlihat, emosi!

Emosi yang saya sebutkan disini artinya sangat luas, bukan hanya berarti marah tetapi segala perasaan yang sedang dialami oleh kita, baik emosi yang ‘ringan’ atau yang ‘berat’. Emosi bisa berupa bosan, malas, marah, mellow, marah, suntuk, stress, antusias, bersemangat dsbnya. Selain itu ada juga emosi-emosi yang sifatnya lebih ‘abstrak’, seperti rasa inferior, guilty, messy, inconvenience, little anger, jealous dll yang secara tidak sadar mempengaruhi kualitas konsentrasi kita. Tapi jangan anggap emosi efeknya negatif, bisa juga positif terhadap kualitas konsentrasi kita tergantung jenis emosinya.

Coba bayangkan anda belajar pada saat dikejar deadline, atau berpikir pada saat sedang bosan dan jenuh! Contoh itu mungkin terlalu eksplisit, saya akan coba menarik kepada analogi yang lebih ‘mild’. Pada satu waktu yang bersamaan anda memiliki beberapa agenda atau permasalahan, setiap permasalahan meminta untuk diselesaikan secepatnya, bukannya kita jadi fokus pada satu permasalahan, dibenak kita malah muncul emosi (yang saya tidak tau menyebutnya apa yang membuat kita tidak tenang) sehingga membuyarkan konsentrasi akan pekerjaan-pekerjaan yang sedang kita coba atasi. Tapi yang menarik adalah pada satu kasus yang sama respon dari setiap orang bisa berbeda-beda, dan respon emosinya pun berbeda-beda, anda tahu kenapa? Karena setiap orang memiliki mindset yang berbeda-beda atas suatu permasalahan. Mindset itu lah yang men’drive’ emosi apa yang akan keluar.

(more…)

Information Overload

Posted in About My Mind by eecho on October 15, 2009

SourceInternet adalah sebuah gerbang informasi yang jumlahnya luar biasa besar, sampai pada suatu titik dimana kita harusnya ‘aware’ bahwa seberapa banyak informasi yang dapat kita cerna? Zaman sekarang dimana internet sangat mudah diakses, banyak orang mengalami yang namanya sindrom information overload. Sudah lama ingin menuangkan permasalahan ini, tetapi karena sifatnya kasat mata, sindrom ‘information overload’ ini sulit untuk disimpulkan efeknya.

Pada proses berpikir ada satu komponen penting yaitu pencerapan informasi, dengan informasi inilah kita melakukan analisis dan menghasilkan kesimpulan. Pencerapan informasi ini dapat melalui bermacam-macam media, yang pastinya melibatkan alat indra terutama indra penglihatan. Buku, TV, Radio, dan Internet adalah salah satu sumber informasi yang kita serap untuk kemudian digunakan dalam proses berpikir.

Pada era pradigital, sumber informasi utama adalah media cetak dan radio/TV, pada saat itu jumlah informasi masih cukup ‘minim’ dibandingkan dengan rutinitas yang dilakukan. Kemudian datang era internet, digitalisasi bermacam-macam media, sehingga terjadi ledakan informasi. Media cetak seperti buku dan koran mulai tergantikan dengan media internet, dan jumlah informasi yang diciptakan setiap waktunya melonjak dengan drastis. Jika sebelumnya bacaan yang wajib dibaca perhari adalah koran dan sedikit buku, sekarang ‘bacaan’ yang wajib dibaca semakin bertambah walau penting atau tidak, seperti email, blog, facebook wall, twitter, halaman web, pdf paper, ebook, buku cetak, koran….dan banyak lainnya. Rutinitas itu terus berjalan tanpa disadari mulai membuat kita cepat lelah dan kurangnya konsentrasi dalam melakukan sesuatu, atau merasa sibuk tetapi tidak produktif. (more…)