Start to Write

What is Genious Mean?

Posted in About My Mind by eecho on March 26, 2008

Alhamdulillah saya memiliki perjalanan hidup yang cukup beragam, sehingga dapat mendapatkan suatu pelajaran tentang “keberagaman manusia” yang cukup. Dimulai dari TK (memori agak terbatas pada usia ini), kemudian SD yang dari kalangan tidak berada, kemudian SMP yang agak dekat dengan kalangan pinggiran dan menonjol dalam “kriminalitas remaja”, kemudian SMA yang membuka wawasan baru mengenai pergaulan dalam kalangan yang lebih terpelajar, kemudian sampailah di ITB, muara orang-orang pintar nasional berkumpul.

Kemudian dari perjalanan hidup itu, saya ingin coba mereview dan mendefinisikan tentang arti jenius, dan juga ingin berusaha meluruskan kesalahan pemahaman tentang kemampuan anak di masa depan. Kemudian juga dikonsiderasikan dari literatur-literatur yang saya baca mengenai kemampuan otak, pengetahuan psikologi, biologi dll.

 

Ada dua hal yang perlu diperhatikan agar kita dapat mendefinisikan jenius dengan jelas, pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal yang dalam pembahasan kemudian akan saling berkaitan. Faktor internal yang saya maksud adalah akal yaitu potensi yang dimiliki manusia dan faktor eksternal adalah dunia atau kita sebut lingkungan.

 

Ketika membicarakan kemampuan akal maka kita bedakan dengan kemampuan otak, kemampuan otak lebih bersifat ‘biologis’ sedangkan kemampuan akal saya lebih interpretasikan dalam kemampuan mengelola informasi yang secara indrawi bersifat kasat mata.

 

Kita mulai pembahasan dari awal perkembangan manusia, yaitu bayi dan anak-anak. Secara biologis setiap anak memiliki kemampuan berbeda-beda dan juga fisik yang berbeda-beda. Tetapi secara umum saya simpulkan ‘hampir semua dalam garis normal’, tidak ada anak balita yang dapat terbang, atau berlari 100m dalam 10 detik, atau dapat menyelesaikan persoalan kalkulus. Walaupun ada perbedaan masih dalam koefisien yang tidak jauh dari normal, mungkin ada eksepsi untuk beberapa orang saja di dunia ini. Oleh karena itu saya tidak menekankan kemampuan internal sebagai faktor kejeniusan seseorang, karena kebanyakan memiliki potensi  yang hampir sama.

 

Dari perjalanan hidup yang saya alami, saya melihat suatu ‘pola’ yang memang teratur mengenai orang pintar dan tidak. SD saya adalah SD dari kalangan tidak mampu, kesadaran belajarnyapun tidak terlalu diperhatikan, rutinitas sekolah hanya untuk mengisi waktu, selepas sekolah kemudian mereka bermain dsb. Kemudian latar belakang sebelumnya pun biasanya tidak dari lulusan TK, sehingga bagi mereka itu adalah pengalaman belajar yang pertama kali. Selain itu dilihat dari keseharian keluarganya pun biasanya anak-anaknya adalah anak-anak yang tidak terlalu mendapat perhatian secara edukasi dari orang tuanya, karena orang tuanya telah disibukkan dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan primernya. Sehingga budaya belajar sedari kecil tidak biasa diterapkan dari lingkungan keluarga. Setelah tidak bertemu sekian lama, saya kembali bertemu dengan teman-teman SD, saya melihat perkembangan kemampuan yang lambat dari mereka, sehingga saya simpulkan bahwa gradien peningkatan kemampuan mereka rendah sekali yang sesuai dengan pola hidup dan lingkungan dia.

 

Kemudian saya coba bandingkan dengan cara hidup teman-teman di SMU dan ITB. Teman-teman pada masa ini memiliki latar belakang yang jauh berbeda dengan teman-teman SD dan SMP. Mereka biasanya dari kalangan berada dengan orang tua yang berpendidikan, dan juga telah dibiasakan dengan kebiasaan edukatif sejak dari kecil, walau ada juga beberapa dari kalangan tidak mampu. Tetapi dari semua teman baik kalangan mampu ataupun tidak mampu ada satu pola yang sama, ‘Kebiasaan edukatif sejak dari kecil telah dibiasakan oleh lingkungan keluarga’. Istilah kebiasaan edukatif ini jangan anggap sesuatu yang formal seperti kursul, les, pelatihan, privat dll. Tetapi kebiasaan edukatif ini adalah suatu kebiasaan dalam keluarga untuk menstimulus anak atau anggota keluarga dalam belajar mencari sesuatu yang baru. Suasana kekritisan, dialog, obrolan-obrolan yang menarik minat dan lain-lain. Dari lingkungan seperti itu menghasilkan orang yang berbeda dengan teman-teman SD dan SMP ku.

 

Itu latar belakang pembahasan. Sekarang saya mulai dengan pembahasan. Hakikat manusia berpikir adalah untuk menggali hukum-hukum alam baik yang terindra maupun yang tidak terindra. Hukum-hukum alam ini cakupan sangat-sangat luas, mulai dari yang indrawi seperti biologi, kimia, fisika dan juga non indrawi seperti psikologi, kemudian juga ada ilmu-ilmu yang menjadi acuan definitif bagi ilmu lain yang dihasilkan dari kemampuan kreasi akal manusia seperti matematika atau bahasa. Sesuai dengan definisi berpikir taqiyuddin an nabhani, berpikir pada dasarnya adalah usaha untuk menghasilkan kesimpulan (statement yang dapat menjadi informasi/acuan) dengan proses mencerap fakta dengan alat indra kemudian dikaitkan dengan informasi sebelumnya dengan menggunakan yang namanya otak, yang pada asalnya saya kembalikan lagi usaha itu adalah untuk memahami hakikat dari suatu kejadian sehingga dihasilkan informasi yang memang sesuai dengan fakta/hakikatnya.

 

Proses berpikir ini dapat dikategorikan dari mudah sampai sulit. Tingkatan tersebut dikategorikan dengan dasar banyaknya fakta atau informasi yang harus dikaitkan, kemudian dari kebergantungan informasi/data satu dengan yang lainnya sehingga dapat disimpulkan suatu kesimpulan. Contoh berpikir mudah adalah usaha untuk mengetahui kesimpulan bahwa manusia perlu makan atau bernafas. Contoh berpikir kompleks adalah usaha seseorang untuk dapat memenangkan permainan catur melawan seorang Grandmaster. Semakin tinggi tingkatan berpikir maka semakin dibutuhkan jumlah informasi yang lebih banyak dan juga kemampuan otak untuk mengkaitkan informasi-informasi tersebut. Dari sinilah kemudian tersebut orang bodoh, pintar atau jenius. Tetapi hal terciptanya orang bodoh, pintar, atau jenius itu akan saya kembalikan ke pembahasan sebelumnya.

 

Orang-orang pintar sedari kecil telah dibiasakan untuk distimulus kemampuan merangkaikan informasinya kemudian juga mencerap banyak informasi-informasi yang baru. Semakin banyak informasi yang dia serap  dan kaitkan baik bersifat konvergen maupun divergen akan membentuk kerangka berpikir dia yang semakin kuat, dan semakin kuat kerangka berpikir dia, maka akan meningkat pula kemampuan dia dalam mengkaitkan informasi. Cara berpikir konvergen menciptakan spesialisasi sedangkan divergen akan menciptakan orang general dan kemampuan asosiasi yang cukup.

 

Tingkatan kecerdasan ini saya acu dengan kualitas kerangka berpikir dia (a whole set of thinking rule). Dengan tingkat kecerdasan semakin tinggi maka kemampuan dia mencerap dan mengasosiasikan informasi pun semakin tinggi. Sehingga jika secara konsisten seseorang menimba ilmu maka grafik nya itu berupa fungsi kuadrat bukan linier. Grafik yang bersifat kuadrat ini bagai pedang bermata dua, jika koefisien nya tinggi, maka akan cepat perkembangan grafiknya, tetapi jika koefisiennya rendah maka akan sangat lambat dia berkembang.

 

Proses perkembangan berpikir terjadi sejak didalam kandungan dan akan terus berjalan sampai seseorang meninggal dunia atau menjadi gila. Sehingga pada kondisi normal, kecerdasan seseorang ditentukan oleh kualitas kerangka berpikir yang dia miliki (asosiasi dan jumlah informasi). Sehingga wajar jika seorang anak hafidz atau berprestasi sejak dari kecil maka dia dapat dikatakan jenius, karena koefisien grafiknya sudah tinggi sejak dari usia dini, dapat dibayangkan dengan fungsi terhadap waktu perkembangan yang dapat dia raih. Dengan grafik kuadrat tersebut maka akan terlihat perbedaan yang mencolok antara satu anak dengan anak lain sesuai dengan fungsi waktu. Jika konsisten anak yang memiliki kualitas kerangka berpikir yang bagus akan semakin cepat menyerap informasi dan jumlah asosiasinya pun makin banyak maka semakin meningkat pula koefisien perkembangannya.

 

Kemampuan berpikir saya ibaratkan seperti sebuah pabrik, jika performa pabrik itu baik, maka seiring dengan waktu kemampuan pabrik memproduksi akan semakin besar, kualitas barang semakin baik, dan hal itu akan memberi feedback meningkatkan performa pabrik yang semakin baik sehingga saya sebut ini lingkaran malaikat (antonim dari lingkaran setan). Sebaliknya jika pabrik itu performanya buruk, maka produksinya tidak akan optimal dan kualitasnya tidak baik, hal ini tidak akan meningkatkan performa pabrik dan berjalan seadanya saja.

 

Kata-kata jika konsisten pada paragraf2 sebelumnya saya tulis karena kemampuan berpikir seseorang bersifat paralel dengan kemampuan bersikap seseorang. Karena sikap didukung oleh sebagian pola pikir dan juga pola sikap (kebiasaan tingkah laku). Pada tulisan ini saya tidak membahas pola sikap.

 

Sekarang kita ambil satu contoh kasus kejadian pada suatu kelas kalkulus di ITB, ada orang yang dapat mengikutinya dengan mudah, ketika diajarkan oleh dosenpun dia langsung mengerti, tapi ada juga orang yang setelah dia berkali-kali membaca bahan tetap bagi dia sulit memahaminya. Apakah orang pertama pintar dan orang kedua bodoh? Bisa dikatakan seperti itu secara dangkal, tetapi bisa dikatakan tidak juga. ??? Bingung

 

Orang pertama dapat dengan mudah mempelajari karena kerangka berpikir (a whole set of thinking rule) mengenai kalkulus telah dia miliki sedangkan orang kedua belum. Kembali kepada proses berpikir yang dibagi menjadi mudah-sulit, pada permasalahan kalkulus ini ada suatu persyaratan agar seseorang yang mau memahaminya harus menguasai/mengetahui informasi-informasi tertentu dan juga memahami kaitan-kaitan tertentu. Orang pertama tadi telah mengetahui hal tersebut sehingga dia dengan mudah mencerna informasi baru, karena sesungguhnya informasi baru yang dia dapatkan ditopang oleh informasi2 yang banyak juga kaitannya sehingga menimbulkan pemahaman. Sedangkan orang kedua bisa jadi tidak sempurna mengetahui informasi-informasi yang dibutuhkan dan juga kaitan antar informasinya, tetapi dia selaku fokus pada pembahasan kuliahnya sehingga dia tidak mengerti-mengerti terus pokok pembahasan tersebut. Sayangnya untuk suatu pembahasan/permasalahan tertentu memang dibutuhkan suatu set informasi dan kaitannya yang sangat banyak, sehingga memang membutuhkan waktu yang banyak jika ada orang yang ingin memahami hal tersebut.

 

Ada satu hal yang menarik adalah, ketika seseorang terbiasa dengan kerangka berpikir akan suatu hal, bisa jadi pemahaman tersebut dipahami juga oleh otak bawah sadar (telah menjadi kebiasaan). Hal yang sebelumnya adalah usaha sadar dan keras untuk menghasilkan solusi, setelah repetisi yang sering hal tersebut dapat dipahami oleh otak bawah sadar dan dapat dikerjakan tanpa usaha yang banyak (telah menjadi information based on conclusion before). Salah satu dari hal ini adalah intuisi.

 

Dari pembahasan-pembahasan tersebut, maka kemampuan yang membedakan tingkatan berpikir secara mendasar adalah kemampuan memorize dan analisis. Satu kemampuan untuk mengingat dan satu lagi kemampuan untuk mengkaitkan yaitu analisis. Orang-orang jenius secara internal memiliki kemampuan dasar memorize dan analysis lebih tinggi dibanding kebanyakan orang, selain itu juga ada orang jenius secara eksternal yaitu yang memiliki kerangka berpikir yang lebih baik (jumlah informasi dan kaitannya lebih banyak).

 

Sehingga jika ingin membuat seseorang pintar, maka yang harus dibentuk adalah kerangka berpikirnya bukan hanya sepotong informasi-informasi. Oleh karena itu metode perhalaqahan (murid langsung berdialog dengan guru) lebih baik dibanding secara tekstual, karena pada perhalaqahan sang guru berupaya mentransfer kerangka berpikirnya kepada murid, sedangkan pada tekstual kerangka berpikir (yang sifatnya tersirat) lebih sulit didapatkan karena biasanya untuk mendapatkan kerangka berpikir harus melalui penjelasan yang panjang. Tetapi mau tidak mau hal inilah yang membuat kita menjadi seperti anak kecil lagi, dan menciptakan percepatan belajar yang baik. Pakem yang dipakai untuk menjadi seseorang yang ahli, kuasai dulu sepenuhnya kemampuan dasar.

 

Mengapa kita berhenti belajar setelah kita dewasa? Sebenarnya pada dasarnya sama, bayi dengan seseorang yang telah dewasa, memiliki organ-organ yang sama. Tetapi mengapa bayi dengan cepat belajar bahasa dan kemampuan dasar lainnya? Apakah otak bayi memang lebih pintar dari orang dewasa? Menurut saya, sebenarnya perbedaan dari orang dewasa dan bayi adalah sikap mental dalam diri. Pada bayi fokus mempelajari terus menerus terjadi dalam dirinya, mental belajar telah terintegrasi dengan tubuhnya. Seakan-akan perkataan “apakah kamu tidak berpikir?” selalu terngiang dalam kepalanya, sehingga proses belajar terus terjadi, pencerapan informasi (cahaya, sentuhan, suara, penglihatan, rasa) terus dikumpulkan sembari bertanya…what the meaning of this? Kemudian masuklah fase dimana dia mengerti bahasa (ini bukan sesuatu yang spontan, tetapi gradual). Mulailah memahami lingkungan, bahasa orang-orang, maksud perkataan orang, yang sebelumnya hanya berusaha untuk mengetahui apa sih yang dibilang orang menjadi mulai terafeksi maksud dari perkataan orang. Ketika visi pertama untuk memahami dunia ini terpenuhi, maka dimulailah fase berhentinya wandering. Sehingga keinginan belajar bukan lagi sesuatu yang bersifat integral dari dirinya tetapi dorongan dari eksternal, seperti karena sebuah pertanyaan atau suatu fakta yang memaksa dia tuk berpikir. Oleh karena itu lingkungan yang tidak menstimulus dia tuk berpikir akan membuat keinginan belajarnya tidak bangun. Bahkan suatu kebiasan negatif seperti memarahi anak yang sering bertanya membuat dia benar-benar berhenti bertanya dan berhenti belajar.

 

Oleh karena itu kita bisa seperti bayi jika mental belajar itu benar-benar terintegrasi dalam diri kita.

 

5 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. hassa said, on May 25, 2008 at 9:22 am

    aku pengen memecahkan masalah dan mempelajari karakteristik seseorang,agar aku bisa mudah beradaptasi dgan teman2ku.tolong dong nanti tulisannya di sertai cara-cara mempelajari sikap orang lain

  2. sangga said, on October 26, 2008 at 4:15 am

    sy sangat setuju kak/om/pak.

    saya pelajar di satu universitas di makassar, Sul-Sel.

    tp bagaimana kerangka berpikir yang baik?

    mungkin anda sudah menjelaskan-nya (di tulisan anda) tapi, saya kesulitan mencernanya……

    thanks before

  3. […] Apa itu kerangka berpikir? Tulisan ini menanggapi pertanyaan saudara sangga pada postingan what is genious mean? […]

  4. uchu said, on February 24, 2013 at 9:05 am

    Bahasan yang mendasar dan sangat menarik.

  5. velasco said, on September 11, 2016 at 9:44 am

    mernarik sekali tulisannya, terimakasih….


Leave a comment