Start to Write

Pentingnya Memahami Tujuan

Posted in Islam by eecho on June 17, 2016

Dalam hidup semua memahami bahwa ada titik awal dan juga titik akhir, kecuali tentunya bagi Sang Pencipta Allah SWT. Memahami titik awal dan titik akhir ini menjadi sangat penting, karena pemahaman ini akan mempengaruhi perjalanan atau proses yang dilalui. Katakanlah Adi dan Asep yang berasal dari Bandung akan melakukan perjalanan. Adi bertujuan ke Jakarta dan Asep bertujuan ke Surabaya. Maka perbedaan tujuan kedua orang tersebut mempengaruhi usaha, arah dan tentunya titik akhir yang akan dicapai, bahkan pada langkah pertama pun (katakanlah jika mereka berjalan) akan berbeda, yang satu ke barat dan yang satu ke timur. Kemudian pertanyaannya adalah dari sekian banyak tujuan yang ada, mana tujuan yang benar? apakah tujuan yang harus ditempuh itu ke Jakarta ataukah Surabaya?

Begitu juga dengan hidup, dimana titik awalnya adalah kelahiran di dunia, maka ada titik akhir atau tujuan yang harus ditetapkan. Maka Allah SWT berfirman dalam surat Al-Insan ayat 2 :

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS 76:2)

Dalam ayat ini Allah memberikan petunjuk kepada kita, bahwa maksud dari penciptaan manusia di bumi ini hakikatnya untuk diuji dengan perintah dan larangan. Dari ayat ini kita mendapat dua term yang sangat penting, pertama bahwa hidup ini adalah ujian dari Allah, dan Allah memberikan potensi untuk bisa melewati ujian tersebut dengan memberikan potensi kepada kita yaitu pendengaran dan penglihatan, yang indikasi dari pendengaran dan penglihatan tersebut adalah Akal, alat untuk berpikir.

Pada ayat selanjutnya Allah memberikan petunjuk lagi tentang komponen yang lain :

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS 76:3)

Komponen yang lain yang sama pentingnya untuk melewati ujian dari Allah SWT adalah Huda[n] (Petunjuk). Tapi di ayat ini juga dijelaskan bahwasannya ada dua tipe manusia, yang satu menerima petunjuk tersebut dan yang satu menolaknya (kufur). Apakah petunjuk yang dimaksud itu, tidak lain adalah Al-Quran.

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS 2:2)

Maka dari ayat-ayat ini dapat kita simpulkan bahwa tujuan dari penciptaan manusia di bumi ini adalah untuk diuji sehingga Allah SWT memberikan manusia potensi untuk berpikir mana yang benar dan mana yang tidak melalui petunjuk yang Allah berikan yaitu Al-Quran al-Karim.

Kenapa harus menjelaskan hal ini, bukankah setiap muslim pasti sudah tahu tentang hal ini?

Seharusnya begitu, tetapi dalam dunia yang sekulerisme saat ini (fashlu al-din anil hayah) banyak muslim kehilangan orientasi hidup. Saat ini banyak dari kita yang menjadikan dunia ini sebagai tujuan, dengan menjadikan kekayaan dan pemenuhan kebutuhan materi sebagai tujuan utamanya. Sehingga tidak sedikit dari kaum muslim terjerembab dalam riba, terjebak dalam pergaulan bebas, menggunakan aturan-aturan kafir padahal Islam mengatur semua hal.

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS 16: 89)

Banyak dari kaum muslim asing dengan istilah Sistem Ekonomi Islam, Sistem Pergaulan Islam, Sistem Pemerintahan Islam dan lainnya, karena pada dunia sekulerisme ini Islam dikerdilkan hanya dalam pembahasan-pembahasan ibadah nafilah. Kebanyakan orang terlena dengan tujuan utamanya, sehingga mereka menyesal ketika mereka harus menemui titik akhir dalam hidupnya yaitu kematian.

“ويلٌ لمن قرأها ولم يتفكر فيها”.

“Celakalah orang yang membacanya dan tidak memikirkannya.”

Maka mutlak bagi setiap manusia untuk memahami tujuan sebenarnya dan mutlak pula memahami Huda[n] (Petunjuk) yang Allah berikan yaitu Al-Quran. Akan celaka bagi setiap manusia yang mengabaikan petunjuk-petunjuk dari Allah dan lebih senang dengan aturan-aturan yang dibuatnya sendiri. Wallahu Alam.

Revisi atas Kesalahan Pemahaman Rizki (Kutipan Islam Politik dan Spiritual)

Posted in Islam, Uncategorized by eecho on October 23, 2013

Pemikiran “rizki di tangan Allah” juga telah mengalami pergeseran sehingga kehilangan maknanya. Pemikiran tersebut menjadi kosong, dan tidak membentuk mafhum apa-apa, terutama ketika makna pemikiran yang diyakini tadi bisa mendorong seorang muslim agar melakukan aktivitas seusai dengan mafhum-nya. Dengan hilangnya makna pemikiran tersebut, kemudian berkembang khurafat dan tahayyul dalam diri mereka. Pemikiran khurafat dan tahayyul itu, antara lain adalah, “rizki tergantung pada usaha manusia, sehingga usaha manusialah yang menentukan rizki”, “rizki itu bergantung pada akal dan kedudukan, sehingga siapa yang lebih pandai, rizkinya lebih banyak, demikian juga seorang atasan lebih banyak rizkinya dibanding bawahan”, “rezki adalah materi yang dapat dihitung secara matematika, sehingga ketika jumlahnya berkurang, di satu sisi jumlah pembaginya bertambah, maka rizkinya tentunya berkurang.” Inilah pemikiran khurafat dan tahayyul yang berkembang dan mencengkram kaum muslimin saat ini.

Akibatnya, umat Islam ini menjadi umat yang materialistik, yang tidak bisa berkorban untuk kepentingan Islam dan menjadi orang yang bakhil, takut menentang kezaliman karena khawatir akan kehilangan kedudukan dan hartanya. Jika mencari ilmu, belajar atau yang lain, juga tidak bertujuan untuk meningkatkan kualitas berfikir, namun hanya semata-mata untuk meraih kenikmatan materi. Karena itu, ketika tujuannya telah tercapai, proses belajarnya akan berhenti. Sebab semuanya telah tercapai. Inilah pemikiran-pemikiran khurafat dan tahayyul yang berkembang di tengah kaum muslimin. Semuanya ini adalah debu-debu kotor yang harus dibersihkan dari benak mereka, sehingga makna pemikiran “rizki di tangan Allah SWT” tersebut benar-benar jernih dan cemerlang. (more…)

Tagged with: ,

Praktis vs Pragmatis

Posted in About My Mind, Islam by eecho on November 15, 2012

Saya suka gemes ketika ada yang melayangkan statement NATO yang ditujukan kepada orang-orang yang aktivitasnya adalah seputar kajian-kajian, ceramah, diskusi-diskusi. Mereka seakan melihat aktivitas-aktivitas itu tidak bersifat praktis, harusnya ucapan-ucapan itu dibuktikan dalam bentuk ril seperti bakti sosial, membangun instansi ekonomi, dll.

Kenapa aktivitas itu disebut tidak konkret, padahal aktivitas kajian/diskusi itu sifatnya ril, ada, terindra, terlihat dan memiliki pengaruh. Jika aktivitas-aktivitas ini dianggap tidak konkret, maka tuduhan itu sama juga ditujukan kepada pembelajaran-pembelajaran di ruang kelas sekolah, universitas, diskusi-diskusi di media dll. Tetapi tuduhan itu tidak toh di tujukan pada sistem pendidikan saat ini yang aktivitasnya adalah pembahasan-pembahasan di ruang kelas.

Ketika seseorang melihat aktivitas kajian/diskusi bukan sesuatu yang konkret, sesungguhnya mereka tidak memahami akar permasalahan yang ingin diselesaikan. Permasalahan yang terjadi pada umat saat ini adalah adanya imperialisme pemikiran, dan kini umat lumpuh secara pemikiran, sehingga sulit membedakan mana yang baik dan buruk untuk umat. Sama seperti analisis rendahnya tingkat daya saing nasional yang menyimpulkan bahwa tingkat kompetensi SDM kita rendah, dan solusinya adalah peningkatan kompetensi, peningkatan kualitas pendidikan, yang kesemuanya aktivitas tarbiyah.

Oleh karena itu pembahasan praktis vs pragmatis menjadi penting, karena rupanya aktivitas-aktivitas yang dianggap konkret itu didasari oleh sikap pragmatis (pragmatisme). Pada pola pikir pragmatis, kita ingin melihat efeknya secara langsung, tanpa menganalisis terlebih dahulu apa itu akar masalahnya. Sehingga proses tarbiyah itu sebenarnya bersifat praktis (practicable) hanya tidak pragmatis.

Bersikap pragmatis tidaklah salah, tergantung konteks masalah yang kita hadapi. Untuk masalah yang harus segera diselesaikan, maka kita harus bersikap pragmatis. Tetapi untuk masalah yang kompleks dan proses yang panjang dalam menyelesaikan masalahnya tidak dapat kita selesaikan secara pragmatis. Menyelesaikan permasalahan tersebut butuh proses dan waktu.

Misalnya pada statement “gak usah sekolah yang penting mah cari duit” sangat kental cara berpikir pragmatis. Pada titik dia mencari uang tentu “efek” perbuatannya terlihat jelas, uang. Dibandingkan dengan anak yang sekolah yang tidak menghasilkan “efek” secara langsung (red: uang). Tetapi pemikiran tersebut sangat berbahaya, ketika kita membutuhkan pemikir-pemikir dalam bidang ekonomi, hukum, teknologi, untuk sparing dengan pemikir-pemikir lain, maka kita tidak mampu, dan akhirnya di dikte sepenuhnya oleh negara-negara maju. Begitu juga dengan permasalahan umat islam, akar masalah yang terjadi adalah, umat islam tidak dapat lagi menggali hukum-hukum praktis untuk permasalahan saat ini berdasarkan pemikiran islam. Sehingga kita mengadopsi pemikiran-pemikiran asing, demokrasi, ekonomi liberal, trias politica, yang dengan itulah sebenarnya asing melakukan imperialisme.

Tujuan akhir dari proses tarbiyah pemikiran ini apa? kondisi yang harus tercapai adalah, umat Islam harus memiliki kemandirian berpikir dalam menyelesaikan masalah-masalah ril yang dihadapinya. Bagaimana Islam mengatur sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pergaulan. Dengan kemandirian berpikir itu lah asing tidak lagi bisa mendikte kita untuk melakukan ini dan itu. Juga dengan kemandirian berpikir itu kita dapat mengetahui konspirasi-konspirasi yang terjadi dan apa sikap politik yang harus dilakukan.

Wallahu Alam

Tagged with: ,

Mengapa Harus Bermimpi Besar

Posted in About My Mind, Islam, Sastra Creation by eecho on June 19, 2012

Jika membaca quote-quote orang besar, ada saja satu kalimat yang berbunyi “bermimpi besarlah”. Kalimat sederhana yang ternyata tidak semudah perkataan. Kenyataannya pun membuktikan bahwa tidak banyak orang yang memang bermimpi besar, sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjalani hidup dengan normal.

Mengapa hal itu sulit? karena mimpi besar berarti juga tantangan yang besar. Memindahkan batu kecil tentu tidak perlu tenaga dan pikiran yang besar. Berbeda ketika memindahkan sebuah gunung, maka tenaga dan pikiran yang dibutuhkan akan sangat-sangatlah besar. Untuk apa kita bersusah payah mengejar mimpi itu? bukankah lebih mudah mencari jalan yang lebih ringan?

Apa untungnya bagi kita memiliki mimpi yang besar? Apa untungnya bagi kita mengeluarkan energi yang sangat besar? Apa untungnya bagi kita mengorbankan waktu-waktu santai kita dengan pekerjaan yang menyita tenaga dan pikiran? jawaban semua pertanyaan itu adalah, karena orang yang bermimpi besar tahu bahwa waktunya saat ini bukanlah titik akhir.

Seorang peserta marathon akan terus berlari, walau rasa panas, sakit, haus, terus menggerogoti dirinya sepanjang perlombaan. Mengapa? karena dia sangat menyadari bahwa dia belum di garis finish. Seterik apapun matahari, sepanas apapun jalan yang dia lewati selama dia masih memiliki tenaga maka dia akan terus berlari. Walaupun dia bukanlah juara pertama, dirinya akan sangat puas ketika berhasil mencapai garis finish tersebut, apalagi jika dia berhasil menjadi pemenang. Itulah titik akhir, itulah garis finish, garis yang memisahkan antara yang terus berlari dengan yang sekedar berjalan bahkan berhenti.

Jika kita menyadari sepenuhnya bahwa hidup ini bukanlah titik akhir, maka tentu kita berharap untuk memiliki mimpi besar yang jika tercapai nanti semoga menjadi medali kita saat melewati garis finish kelak. Kita sangat menyadari bahwa, obrolan perjuangan dan kemenangan hanya terjadi ketika perlombaan telah selesai, apa yang akan kita katakan jika kita berhenti berlari sebelum garis finish dilewati?

Tagged with: ,

Ketika Sebuah Kebaikan Harus Berbalas

Posted in About My Mind, Islam by eecho on April 22, 2010

Pagi ini kepala agak pusing karena malam tidur terlalu larut (jam 2 malam), padahal sebelumnya sudah menentukan resolusi agar tidur lebih awal. Sebelum beranjak kepada kode-kode di komputer yang akan membuat kepala ini berkerut saya sempatkan untuk menuangkan pikiran-pikiran yang ada dalam benak di pagi ini.

Judul diatas saya ambil untuk mengkritisi budaya materialistis di tengah-tengah masyarakat yang telah menjadi akidah utama di sebagian kalangan. Kita tentunya sudah tidak aneh dengan pernyataan-pernyataan “ngapain kamu nolongin dia? kan dia orangnya rese, gak ada untungnya juga nolongin dia”, atau dengan pernyataan “emang kamu pernah nolong saya? ngapain saya tolong kamu” dan kalimat-kalimat sejenisnya yang mengungkapkan konsep harus adanya ‘timbal-balik’ dalam tolong menolong.

Mungkin pernyataan-pernyataan diatas terlalu ekstrim, tetapi kita bisa tarik kedalam hal yang lebih halus. Setiap kebaikan dalam masyarakat ini kadang terlalu dikorelasikan dengan sebuah hubungan “saling menguntungkan”, seperti pernyataan “maaf sudah merepotkan, ini uang untuk sekedarnya”. Tidak salah memang, tetapi yang saya garis bawahi disini adalah kecenderungan masyarakat untuk menilai segalanya dari hubungan “kemanfaatan”. Ketika ada suatu permintaan untuk “merepotkan” orang lain, identik dengan balasan tertentu. Padahal bagi seorang muslim hal itu harusnya dilakukan karena keinginannya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Huraira RA, Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa melepaskan seorang Mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesulitan dari dirinya di hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan (Mukmin) yang sulit, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya.”

Inti yang ingin saya sampaikan adalah, seharusnya ketika seorang muslim “direpotkan” oleh permintaan-permintaan orang lain, jangan sampai ada perrasaan merugi telah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memenuhi permintaan itu.

hhmm tulisannya kurang bagus…gak konsen nulis…

Surat untuk Saudaraku

Posted in Islam, Sastra Creation by eecho on January 27, 2009

Wahai saudaraku aku telah menerima surat darimu
Surat berisi jeritan hatimu atas kebiadaban manusia-manusia terkutuk
Teriakan dirimu atas kepengecutan para pemimpin yang diamanahi mengurusi umatnya
Surat yang basah karena tetesan air mata kepedihan
Kepedihan akan ketidakberdayaan umat, yang banyak tapi hanya sekedar buih dilautan
Surat yang berisi harapan akan sosok Salahudin Al-Ayubi, yang melindungi tanah suci dengan Jihad
Kemarahan terlihat jelas dari goretan penamu
Kemarahan akan kemunafikan-kemunafikan pemimpin dunia yang menutup mata atas pembantaian ini
“Sungguh jika nyawaku sebanyak 1000, maka ambillah nyawaku untuk menggantikan para syuhada2, ibu yang melahirkan pejuang-pejuang islam, dan anak-anak yang kelak akan mendirikan agamaNya” kagum aku dengan ucapan di surat mu itu wahai saudaraku
Yakinlah saudaraku, tidak ada satupun tetesan darah yang sia-sia di sisiNya
Bahkan tetesan itu lebih berat dari pegunungan himalaya
Setiap tetesan darah para syuhada jatuh ke bumi, membuat getaran ke seluruh dada manusia di seluruh dunia
Tidak akan lama lagi saudaraku, Allah akan menurunkan pertolonganNya
Menyatukan hati kaum muslim dari ufuk timur hingga barat, menyatukannya dalam satu barisan
Barisan yang akan melindungi setiap nafas dari umatnya, menghilangkan kedzaliman dan membawa kedamaian
Barisan dalam satu komando untuk menghentikan setiap penjajahan dimuka bumi
Allahu akbar!!! Isyhadu bi anna muslimun!!!

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (At-Taubah 72)

Tanpa Kesatuan Umat Islam (red:Khilafah), Umat Akan terus Terdzalimi

Posted in Islam by eecho on December 30, 2008

“Sesungguhnya Imam adalah perisai, dengan perisai itu Umat berperang dan melindungi dirinya.” [HR. Muslim]

Wahai kaum muslim, marilah kita bersatu, hilangkan sekat-sekat kebangsaan karena umat muslim adalah satu tubuh. Entah berapa nyawa yang telah melayang di Afghanistan, Irak, Sudan, Palestina dan Negeri-negeri muslim lainnya. Tapi negeri-negeri muslim lainnya hanya bisa berdiam diri, tidak berani mengangkat senjata melawan kedzaliman tersebut. Karena mereka masih terikat dengan sekat-sekat Nasionalisme yang ada.

Unconcious Doctrine of Capitalism a.k Secularism

Posted in Islam, Politics by eecho on December 27, 2008
  1. Pendidikan kini hanya untuk orang yang mampu membayar, atau miskin tapi harus berprestasi. “baik miskin atau kaya, pintar atau bodoh, setiap anak seharusnya mendapatkan hak yang sama”. [education]
  2. Pembelajaran di sekolah difokuskan untuk mendapatkan pendapatan yang layak kelak. “menuntut ilmu adalah sebuah ibadah, untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, mengangkat umat dari kebodohan”. [education]
  3. Permasalahan utama ekonomi adalah mengenai tingkat produksi dan konsumsi. “inti dari permasalahan ekonomi sebenarnya mengenai pendistribusian kekayaan”. [economy]
  4. Kebebasan individu dilindungi selama tidak mengganggu individu lainnya. “pornografi, pornoaksi, pornoinformasi, adalah kebebasan yang menghancurkan moral manusia, outcome freesex and AIDS” [social]
  5. Agama harus dipisahkan dari politik. “apakah Allah tidak lebih mengetahui dibandingkan manusia? Padahal Allah telah memberikan aturannya dari A-Z, don’t believe it?” [politics]
  6. Pedagang kaki lima, pengemis dan anak jalanan mengotori keindahan kota, gusur, buang, beres. “Hak bagi setiap warga negara adalah pangan, sandang, papan, dan pekerjaan…apakah urusan keindahan kota adalah urusan pemerintah? bagaimana dengan urusan keindahan badan kami?” [social]
  7. Harga BBM akan mengikuti harga internasional tanpa subsidi. “Semua sumber daya alam di perut bumi adalah milik kami (red: rakyat), tak layak kau (red: pemerintah) menjual dengan mendapatkan keuntungan daripadanya, apa lagi kau gadaikan kepada perusahaan-perusahaan asing” [economy]
  8. Demokrasi adalah sistem tatanan politik terbaik yang pernah ada. “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (Al-Maidah:50)”
  9. Insya Allah pemerintahan baru akan memberikan perubahan pada kita (red: pemilu). “Oh yeah? bukankah hal itu (red: pemilu) tidak akan mengubah sedikitpun poin satu sampai delapan” [politic]

Another One Step

Posted in Islam, Politics by eecho on December 27, 2008

Kpd Yth. Bpk/Ibu/Ulama/Saudara/Saudari

Hari ini saya mendengar ‘mungkin untuk ke sekian kali’ tentara israel melakukan serangan udara ke saudara-saudara muslim di Palestina, yang didalamnya terdapat anak-anak. Menurut satu informasi sekitar 150 orang tewas di satu informasi lain 7 orang…but that time i just only can say astagfirullah…

Kpd Yth. Bpk/Ibu/Ulama/Saudara/Saudari

Saat ini kapitalisme yang telah menunjukkan ‘kekejiannya’, demokrasi yang digemborkan AS ternyata banyak membuat negeri menderita, keadilan yang disuarakannya hanyalah sebuah omong kosong. Sekarang kapitalisme global tengah diambang kehancuran…this is the time “Islam bangkit dan memimpin umat sebagai sebuah solusi tunggal atas kebejatan-kebejatan yang telah ditinggalkan Kapitalisme”

Hizbut Tahrir Indonesia Mengundang Bpk/Ibu/Ulama/Saudara/Saudari untuk hadir dalam PAWAI AKBAR MUHARAM 1430H, menyampaikan seruan HIJRAH TINGGALKAN SEKULARISME – KAPITALIME MENUJU ISLAM,

Ahad, 4 January 2009, Pk 08-12 WIB dari Monas->Bundaran HI Jakarta.

Indonesia Menuju Kebangkrutan, Siaga satu

Posted in Islam, Politics by eecho on December 23, 2008

Judul diatas terkesan hiperbola, apakah hiperbola? Menurut saya tidak, tetapi mungkin banyak orang yang merasa tidak terima dengan pernyataan tersebut. Setelah krisis ekonomi 1997 pemerintah dianggap(red: menganggap dirinya sendiri) berhasil meningkatkan perekonomian negara, dimana persentase pertumbuhan ekonomi secara ‘non real’ yang selalu dikedepankan, bahkan sering dimunculkan informasi2 itu disalah satu iklan sebuah partai…”pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, paling tinggi yang pernah ada”….padahal jika dilihat secara fundamental, tanda-tanda Indonesia menuju kebangkrutan sangat terlihat dengan jelas.

Salah satu indikasinya adalah percepatan banyaknya UU yang bersifat kapitalisme, yang terakhir adalah UU BHP (Badan Hukum Pendidikan), yang membatasi tanggung jawab pemerintah dalam mendanai Sekolah dan Universitas. Sebelumnya banyak UU yang bersifat kapitalistik seperti UU migas, UU SDA, dan UU Minerba, yang semuanya bermuara pada penggadaian sumber daya-sumber daya dalam negeri untuk dikelola asing. Selain itu, pada tahun 2009 direncanakan penjualan BHMN-BHMN strategis yang berada dalam kondisi sehat dengan dalih ‘mengoptimalkan’ kinerja BHMN2 tersebut. Mengapa ini indikasi menuju kebangkrutan? Karena ibarat seseorang yang sedang ‘defisit’ maka dia mengencangkan ikat pinggangnya (red: pengeluaran), akan menjual apapun untuk dapat melanjutkan hidupnya kedepan, tetapi sayangnya kebijakan ‘penggadaian’ aset-aset ini justru akan menggiring kita kepada kehancuran, semua rakyat Indonesia.

Karena kebijakan penggadaian tersebut, kekuatan ekonomi Indonesia akan makin lemah, sehingga pemerintah lebih memfokuskan pendapatan-pendapatannya dari sektor pajak yang kini menjadi sektor pendapatan terbesar pemerintah, sekitar 70% dari seluruh pendapatan Indonesia. Ironis, ketika rakyat membutuhkan ‘bantuan’ untuk meningkatkan kemampuan ekonominya justru pemerintah membebaninya dengan pajak-pajak yang dapat kita temui dari hulu sampai hilir rantai produksi. Hal ini dikarenakan pemerintah kini ‘lebih besar pasak dari pada tiang’, dengan devisa negara yang semakin menurun (sekarang sekitar Rp. 342 Triliun) jauh dibawah jumlah total hutang yang sekitar Rp 1.300 Triliun, dimana untuk cicilan hutang dan bunganya pertahunnya pemerintah butuh mengeluarkan dana sekitar Rp. 80 Triliun. Dalam keadaan ‘terjepit’ tersebut pemerintah terpaksa berhutang kembali, yang dimana jumlah pinjaman tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya pada tahun yang sama (pemerintah akan menambah hutang sebesar Rp 20 Triliun). (more…)